SWARAPUBLIK – Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ar. Georgius Budi Yulianto tak menampik jika selama ini arsitek Indonesia hanya jadi makloon dari arsitek asing.
“Hal ini banyak terjadi di proyek swasta (dimana) arsitek asing selama ini banyak mengambil porsi di bangunan mega proyek seperti apartemen, dan bangunan pencakar langit lainnya,” kata Georgius atau yang lebih akrab disapa Bugar. Senin 19 Februari 2024.
Arsitek Indonesia, tegas Bugar, sebenarnya juga mampu untuk merancang bangunan seperti yang dihasilkan oleh arsitek asing. Namun, hal tersebut kurang terinformasikan dengan baik kepada masyarakat kita.
“Tugas kita sekarang adalah mendorong teman-teman arsitek untuk memiliki surat tanda regulasi arsitek (STRA) agar bisa lebih kompetitif,” tegas Bugar.
Bugar menjelaskan, sampai hari ini pemilik STRA di Indonesia baru sekitar 4400 -an. STRA ini, jelasnya, dikeluarkan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI) dengan jumlah rasio 1:80.000 orang. Sedangkan di China kalau kita bandingkan itu rasionya 1:15.000.
“Seorang arsitek itu harus teregistrasi dan memiliki izin. Registrasi itu dibawah DAI dan Izin dibawah pemerintah provinsi, tempat sang arsitek berkarya . Hal ini dilakukan karena pemilik otoritas Kawasannya adalah pemerintah provinsi.
“tujuannya adalah untuk melindungi arsitek lokal. Bila seorang arsitek memiliki izin di Jawa Barat, bila ia akan melakukan kegiatan di provinsi lain, Ia harus berpartner dengan kantor arsitek di daerah tersebut.”, jelas Bugar.
Pembinaan Terhadap Arsitek dan Praktik Profesi Arsitek.
Bugar menjelaskan, IAI memiliki tugas untuk
melaksanakan pembinaan terhadap arsitek dan Praktik Profesi Arsitek. Hal ini, sejalan dengan UU No. 6/2017.
Oleh karenanya, selain pembinaan terstruktur seperti PKE (Penataran Kode Etik) dan PKA (Pengembangan Keprofesian Arsitek), IAI juga mempersiapkan AAPDC (Architectural Advance Development Course) sebagai bagian dari IAI Academy.
“Inilah yang akan senantiasa menjaga dan meningkatkan kompetensi arsitek diseluruh Indonesia,” tegas Bugar.
Bugar menuturkan, untuk tahun 2024 saja IAI telah mempersiapkan 158 modul, dengan 7 kategori yakni manajemen-regulasi dan tata kelola, tipologi fungsi bangunan, Masterplan dan UDGL, konservasi dan Pemugaran, Pembekalan TPA serta pendalaman penggunaan software dan AI (Artificial Inteligence) dalam praktik profesi arsitek.
“Untuk lebih lengkap jadwal, materi dan pembicara bisa diunduh pada website dan sosial media IAI,” kata Bugar.
“Saya berharap, AAPDC ini akan selalu mengisi gap pengalaman dan keilmuan antara pusat dan daerah, dan merata di seluruh Indonesia,” katanya.
Bugar menambahkan, dalam rangka mengaplikasikan peran serta arsitek dalam masyarakat serta kehadiran Arsitek Indonesia di kancah Regional dan Internasional.
“Tanggal 22-25 Februari 2024 IAI menyelenggarakan ARCH:ID ke 4 di ICE BSD, Tangerang,” kata Bugar.
Kegiatan ini, jelasnya, sebagai even festival-eksibisi dan conference tahunan terbesar yang sangat ditunggu.
“ARCH:ID merupakan kegiatan pertama setiap tahun yang dilakukan dalam konteks 4 Nation : Indonesia (ARCH:ID-Februari) -Thailand (ASA FORUM-Mei) -Malaysia (DATUM -Juli) dan Singapura (ARCHI FEST – September).” kata Bugar.***