SWARAPUBLIK – Komandan Kodim 0605/Subang, Letkol Inf Bambang Raditya, M.Han mengundang sejumlah pihak untuk berdiskusi dan menyerap informasi terkait dengan program konservasi hutan bambu di wilayah ciater Kabupaten Subang yang tengah berjalan saat ini.
“Sebelum melakukan sosialisasi tahap ke-3, saya ingin duduk bersama berdialog dan mendapat masukan terkait dengan program konservasi hutan bambu ini,” Kata Dandim dalam Rapat Kordinasi Kegiatan Konservasi Hutan Bambu di Wilayah Subang bertempat di Makodim Subang, Jumat 19 Oktober 2023
Dandim menuturkan, konservasi hutan bambu ini sangat penting mengingat sejumlah lahan yang menjadi sumber mata air bagi kawasan ciater ini sudah terganggu.
“Kami secara khusus ditugaskan oleh Bapak Bupati Subang untuk mengecek sumber mata air di kawasan Ciater karena beliua sendiri merasakan mulai berkurangnya sumber mata air di Ciater Subang. Ternyata dari 8 sumber hanya tersisa 1 saja, itupun letaknya di Blok Hutan Bambu Ciater “, ujar Charles dari BPKAD Subang yang ikut hadir dalam diskusi tersebut.
Persoalan tersebut setelah kami telusuri muncul karena adanya alih fungsi lahan dari hutan konservasi menjadi tanah garapan tanpa izin, jual beli lahan secara tidak sah dan berdirinya sejumlah Vila yang tidak berizin resmi khususnya kepada pemilik lahan yang sah, yakni PTPN VIII.
“Kami (Kodam III/Siliwangi) sudah menjalin kerjasama dengan PTPN VIII terkait dengan pembinaan teritorial dalam pendayagunaan asset di wilayah kerja PTPN VIII. Tujuannya untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, pemilik atau pengelola lahan dan pemerintah daerah Kabupaten Subang,” terang Dandim.
Bukan tidak mungkin, tegas Dandim saat daerah sekitar wilayah konservasi rusak maka potensi wisata air panas di kawasan Ciater ini juga akan terkena imbasnya. Padalah pemandian air panas ciater ini sudah menjadi ikon bagi pemerintah Kabupaten Subang.
“Dengan jarak tempuh yang relatif cepat dari kota Bandung dan Jakarta, wisata air panas Ciater ini menjadi tujuan faforit wisatawan. Jadi kelestarian alam sebagai pendukungnya harus kita jaga bersama-sama satu diantaranya dengan konservasi hutan bambu di wilayah Ciater Kabupaten Subang” ujarnya.
Dandim menambahkan, konservasi hutan bambu di lahan PTPN VIII ini bisa berjalan maksimal jika persoalan yang ada dilapangan seperti status kepemilikan lahannya jelas, sehingga potensi ekonomi yang timbul pun bisa terserap secara maksimal bagi pemerintah daerah dan pada akhirnya masyarakatpun bisa tenang melakukan aktivitas disana.
“Dalam sosialisasi sebelumnya, masyarakat asli setempat sangat mengerti dan memahani akan hal tersebut, justru memberikan dukungan penuh atas upaya konservasi dan pelestarian hutan bambu karena menyangkut kelangsungan hidup mereka ” ujarnya.
Dandim menegaskan, pada sosialisasi ke-1 dan 2 telah mengundang sejumlah pemilik Villa yang ada di Ciater. Namun pemiliknya banyak yang tidak datang, kebanyakan yang hadir adalah para perwakilan atau penjaganya saja sehingga informasi yang ingin kami sampaikan tidak maksimal.
PTPN VIII Mengajukan Penerbitan HGU Baru
Sementara itu, terkait dengan kepemilihan lahan dari PTPN VIII di wilayah Kabupaten Subang, Kakan ATR/BPN Kabupaten Subang, Andi Kadandio Alepuddin A. Ptnh., M.Si., mengatakan dari data yang ada memang HGU PTPN VIII sudah berakhir tahun 2002. Namun Saat ini sudah mengajukan untuk perpanjangan kembali.
“HGU PTPN VIII ini memang sudah habis masa berlakunya, dan sudah dilakukan proses permohonan perpanjangan namun belum selesai, sehingga hak prioritas akan diberikan kepada pemegang HGU awal ” ujar Andi.
Di dalam UU Pokok Agraria dijelaskan tanah HGU yang telah habis masa berlakunya akan diserahkan kepada Pemerintah, namun dalam hal saat ini kewenangan hak atas tanah masih berada pada PTPN VIII (jika sanggup mengelola dengan mengajukan perpanjangan) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang.
“Peran Kodim 0605/Subang juga merupakan bagian dari Pemerintah yang merupakan Muspida Kabupaten Subang,” ujarnya.
Menurut Andi, apa yang telah dilakukan oleh jajaran Kodam III/Siliwangi melalui Kodim 0605/Subang patut diberikan apresiasi dan harus didukung oleh semua pihak termasuk unsur pemerintah karena manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh masyarakat Kabupaten Subang.
Lahan konservasi hutan bambu Ciater seluas 42,83 hektar yang dimaksud saat ini telah dikerjasamakan oleh PTPN VIII kepada PT Mega Bumi Laksana (PT MBL) untuk pemanfaatan agribisnis serta fasilitas pendukungnya, hal ini untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan konservasi.
Menurut Dandim, selama ini telah berulang kali dilakukan upaya konservasi Pemerintah Kabupaten Subang namun tidak berhasil karena setelah dilakukan penanaman bibit bambu misalnya, tidak ada yang melajutkan kontinuitas konservasi karena adanya keterbatasan sumber daya yang mendukung program konservasi hutan bambu.
Pihak Legal PTPN VIII, Dayan Nasution menjelaskan bahwa perjanjian kerjasama dengan PT MBL ini mengacu kepada Permen BUMN tentang pendayagunaan aset bahwa setiap BUMN PTPN bisa mendayagunakan atau optimalkan lahan yang tidak atau kurang produktif dengan pihak ketiga atau swasta maupun BUMN lainnya, sebagaimana diatur dalam Permen BUMN nomor Per-2/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan BUMN.
Pertimbangan kerjasama ini juga, menurut Dayan bertujuan untuk pengamanan lahan apalagi muncul isu adanya dampak kerusakan alam dan lingkungan.
Pihak Kejaksaan dan Kepolisian Mendukung Upaya Konservasi Hutan Bambu Ciater
Mengenai Vila tanpa izin yang berdiri di atas lahan konservasi hutan bambu Ciater saat ini perlu ditertibkan jika tidak memiliki legalitas yang kuat.
“Kami siap mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Kodim 0605/Subang terkait dengan penertiban bangunan tanpa izin di lahan tersebut. Apabila tanah atau lahan milik negara dikuasai oleh pihak lain, kita bisa langsung menggugat atau mengambil alih, karena aset negara adalah harta negara“, dijelaskan oleh Akhmad Adi Sugiarto, SH. MH., Kasie Intel Kajari Subang.
Turut hadir dalam diskusi tersebut pihak Polres Subang yang diwakili oleh Satreskrim Unit Harda yang menjelaskan tentang kejahatan pertanahan yakni kejahatan yang dilakukan dan berhubungan dengan hak – hak atas tanah.
Kejahatan pertanahan ditinjau dari segi waktu terjadinya terbagi atas 3 yakni saat pra-perolehan, menguasai tanpa hak dan mengakui tanpa hak.
“Polri sebagai alat negara dalam bidang penegakkan hukum dan perlindungan serta pengayoman masyarakat wajib untuk memelihara tegaknya hukum yang adil di bidang pertanahan sehingga dapat menjamin kepastian kepemilikan hak atas tanah,” pungkasnya. ***
Editor:
Denny Surya