Oleh Karsidi Diningrat
Ketahuilah, bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Zakat adalah kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada setiap muslim yang memiliki harta mencapai satu nishab dengan memenuhi beberapa syarat. Pengertian zakat menurut bahasa adalah membersihkan diri atau mensucikan diri. Sedangkan pengertian zakat menurut istilah adalah ukuran harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan atau yang berhak menerima dengan beberapa syarat sesuai dengan syariat Islam.
Perlu diketahui pula, bahwa orang yang mendirikan shalat, berpuasa dan telah menunaikan ibadah haji, tetapi belum mengeluarkan zakat, maka Allah tidak akan menerima shalat, puasa, dan ibadah hajinya sehingga ia mengeluarkan zakat. Sebab, semua perkara ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Tuhan tidak akan menerima dari hambanya setengah ibadahnya, sehingga ia menyempurnakan kesemuanya. Demikianlah yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw.
Menahan hak zakat sesuatu harta adalah berdosa besar. Terdapat banyak firman dan hadits yang menyebutkan ancaman dan bantahan yang keras terhadap orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat. Dikhawatirkan orang yang menahan zakat itu akan mati dalam su’ul khatimah dan dalam keadaan menyimpang dari agama Islam. Mereka yang menahan zakat, ada pula yang disiksa di dunia sebelum mati seperti, Qarun dan Bani Israil. Allah Swt. menceritakan tentang pribadi Qarun dalam firman-Nya, “Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi.” (QS. Al-Qashash, 28: 81).
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “… Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.” (QS. Fushshilat, 41: 6-7).
Dalam firman-Nya yang lain dinyatakan, “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah, 9: 34-35).
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam telah bersabda, “Dan tidaklah pemilik unta, sapi, maupun kambing lalu ia tidak mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat kelak ia dilemparkan ke kawanan unta di tanah yang luas. Semuanya menanduknya dengan tanduknya dan menginjak-nginjaknya dengan kakinya. Setiap kali yang terakhir selesai diulangi lagi dari pertama hingga Allah memberikan putusan atas hamba-hamba-Nya pada hari yang lamanya lima puluh ribu tahun, kemudian diperlihatkan kepadanya tempat kembalinya baik ke surga maupun ke neraka. Dan tidaklah pemilik harta simpanan lalu ia tidak mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat kelak hartanya datang menyerupai seekor ular naga botak …”. (HR. Muslim dan Bukhari).
Dalam hadits yang senada diriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pemilik emas dan perakpun yang tidak mengeluarkannya, melainkan di hari kiamat nanti emas dan perak itu dibentuk menjadi papan-papan api yang dipanaskan di dalam neraka Jahanam, lalu digelarkan pada dahi, rusuk dan punggungnya. Setiap kali papan api itu menjadi dingin, dipanaskan kembali. Setiap hari panjangnya sama dengan lima puluh ribu tahun.”
Juga dalam hadits yang lain disebutkan, “Barangsiapa yang telah dianugerahi oleh Allah berupa harta, lalu dia tidak mengeluarkan zakatnya, maka di hari Kiamat kelak harta itu akan menjadi ular jantan yang berkepala gundul (sebab banyak berbisa) dan yang punya dua gigi taring. Lalu Allah mengalungkannya kepada orang yang bakhil itu pada hari Kiamat. Kemudian ular itu mencengkeram kedua rahangnya, seraya berkata: “Aku inilah hartamu, aku inilah harta yang kamu simpan.” Kemudian Rasulullah membaca Al-Qur’an, Ali Imran ayat 180: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang telah Allah berikan kepada mereka itu menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka kelak di hari Kiamat.” (HR. Bukhari melalui Abu Hurairah).
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mengatakan bahwa orang yang menolak membayar zakat dan mengingkari kewajibannya, maka ia telah kafir. Sedangkan orang yang menolak membayar zakat karena kikir, tapi masih mengakui kewajiban zakat, maka ia berdosa dan zakat diambil darinya secara paksa disertai dengan ta’zir. Hal ini berdasarkan hadits mengenai orang yang menolak membayar zakat, beliau bersabda, “Barang siapa yang menolak membayarnya, maka kami akan mengambil paksa darinya beserta setengah dari hartanya, sebagai salah satu hak Allah.” (HR. Abu Daud). Namun jika ia melawan karena menolak membayar zakat, maka ia diperangi sehingga ia tunduk kepada perintah Allah dan menunaikan zakat. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt, “Dan jika mereka bertobat, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah, 9: 11).
Sebagaimana perkataan Abu Bakar r.a. tentang memerangi para pembangkang zakat. “Demi Allah, jika mereka menolakku memberikan anak kambing yang dahulu mereka membayarkannya pada masa Rasulullah Saw, sungguh saya akan memerangi mereka lantaran hal ini.” Para sahabat pun sepakat dengan pernyataan Abu Bakar ini. Dengan demikian, pendapat Abu Bakar ini menjadi suatu ijma’ di kalangan sahabat.
Zakat dan Syarat-syaratnya
Ketahuilah, bahwa kewajiban zakat itu hanya pada harta yang tertentu saja yaitu, emas, perak, harta perniagaan, biji-bijian dan buah-buahan, serta binatang yang telah sampai (genap) nisab masing-masing. Dan ia menjadi wajib pula pada waktu yang tertentu yaitu, setelah genap haulnya pada mata uang, barang perniagaan dan binatang. Dan masa menunainya pada biji-bijian dan buah-buahan.
Kadar yang wajib dikeluarkan tertentu pula yaitu, 2,5 % pada mata uang dan barang perniagaan, dan 10 % pada biji-bijian dan buah-buahan jika diairi tanpa usaha sendiri, dan 5 % jika diairi dengan usaha sendiri. Hal ini berdasarkan hadits yang berbunyi, “Tanaman yang diairi oleh air hujan, mata air atau berupa tanaman yang menyerap air tanah zakatnya sepersepuluh, sedangkan yang diairi dengan penyiraman zakatnya seperduapuluh.” (HR. Al-Bukhari). “Orang yang mengairi tanamannya sesekali dengan alat dan sesekali tanpa alat (air hujan), maka kewajiban zakatnya ialah 7,5 %. Demikian pendapat ahli ilmu. Ibnu Qudamah berkata, “Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat mengenai hal ini.”
Imam Adz-Dzahabi mengatakan, emas dan perak wajib untuk dikeluarkan zakatnya dalam setiap keadaan. Baik itu dipersiapan untuk memberi nafkah, menikah, membeli rumah yang hendak ditempati, mobil yang ingin dikendarai, ditabung agar hartanya bertambah banyak, atau yang lainnya. Bahkan perhiasan emas atau perak yang dikenakan oleh wanita juga wajib dizakati.”
“Syaratnya, emas dan perak jika sudah mencapai nisab, yaitu 85,5 gram untuk emas atau 595 gram untuk perak. Jika seseorang memiliki emas atau perak yang mencapai nisab maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat. Apabila tidak dikeluarkan, ia akan mendapat balasan sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dalam haditsnya yang berbunyi, “Pada hari kiamat kelak akan disediakan untuknya lempengan-lempengan dari api neraka”.
“Bukan lempengan yang terbuat dari emas ataupun perak melainkan terbuat dari api neraka. Lempengan-lempengan api yang dipanaskan dalam neraka Jahanam. Sementara neraka Jahanam 69 kali lipat lebih panas dari seluruh api di dunia. Bahkan, api yang berasal dari gas atau yang lebih panas sekalipun. Pada hari ketika emas dan perak tersebut dipanaskan dalam neraka Jahanam. Setelah itu kedua pinggang, dahi, dan punggungnya akan dibakar dengannya. Setiap kali lempengan itu dingin, diulangi lagi untuknya selama 50.000 tahun. Bukan satu atau dua jam. Bukan pula satu atau dua bulan, setahun ataupun dua tahun, melainkan 50.000 tahun.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan bahwa, “Mata uang yang bernilai sama dengan emas dan perak memiliki hukum yang sama dengan keduanya. Siapa memiliki uang kertas bernilai sama dengan emas dan perak, ia wajib mengeluarkan zakatnya. Sekarang ini kebanyakan transaksi manusia di sebagian besar negara menggunakan uang kertas. Maka uang tersebut memiliki kedudukan yang sama dengan emas dan perak karena digunakan dalam setiap transaksi di antara manusia.”
“Oleh karena itu, apabila seseorang memiliki uang kertas yang bernilai sama dengan jumlah nasab perak maka ia wajib mengeluarkan zakatnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa nilai perak terkadang naik dan turun, hendaknya nilainya pun dikira-kira. Apabila uang kertas tersebut mencapai nisab, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %.”
Tertib (Aturan) Bagi yang Mengeluarkan Zakat
Orang yang mengeluarkan zakat harus memenuhi tertib dan sopan santun. Di antaranya ialah, hendaklah ia berlapang dada dalam mengeluarkan zakat itu, riang dan gembira, bermuka manis, merasa berhutang budi kepada penerima zakat, karena ia telah sanggup menerima zakatnya, tidak mengharapkan pujian dari zakat yang dikeluarkannya itu, karena yang demikian itu akan menghapuskan pahalanya, sebagaimana firman Allah Swt, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutkan dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah, 2: 264).
Pengeluar zakat, hendaknya tidak mengeluarkan zakatnya dalam keadaan terpaksa, karena demikian itu adalah sifat orang-orang munafik. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa, enggan.” (QS. At-Taubah, 9: 54). Maksud menafkahkan di sini ialah, mengeluarkan zakatnya yang wajib. Allah Swt. telah menceritakan kepada kita, bahwa orang munafik itu shalat, tetapi dengan malas. Dia mengeluarkan zakat, tetapi merasa terpaksa. Barang siapa yang meniru sesuatu kaum, maka dia sama seperti mereka.
Di antara tertib zakat yang lain ialah, mengeluarkannya dari harta yang paling baik, dan itulah yang utama. Jika tidak, maka wajib mengeluarkannya dari jenis yang sederhana. Adapun mengeluarkan zakat dari jenis yang tidak baik adalah terlarang, melainkan apa bila semua hartanya sama seperti jenis yang dizakatinya itu. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya.” (QS. Al-Baqarah, 2: 267).
Wajib pula bagi pengeluar zakat untuk tidak membagi-bagikannya menurut kehendak dan hawa nafsu sendiri. Hendaklah ia berpandukan kepada petunjuk firman Allah dan hadits Rasul-Nya. Contoh mengeluarkan zakat menurut kehendak hawa nafsu seperti, mengkhususkan zakat atau sebagiannya untuk orang-orang yang berhak menerimanya dengan harapan bisa mendapatkan sesuatu manfaat keduniaan misalnya mengharapkan khidmat itu kepadanya. Apabila seseorang memberikan zakat kepada orang yang berkhidmat itu kepadanya, atau karena orang itu selalu datang membantunya dalam suatu perkara, ataupun karena orang itu senantiasa menghormatinya, maka jadilah pemberian itu sebagai pemberian yang buruk. Karena itu, berkemungkinan Allah tidak akan menerima zakatnya, kendatipun orang yang diberi zakat itu memang berhak menerimanya.
Tetapi, jika ia memberikan zakat itu semata-mata karena orang itu memang berhak, tidak diharapkan daripadanya sesuatu manfaat atau penghormatan, maka yang demikian itu tidaklah salah, meski sebenarnya ia mendapat manfaat dari orang itu, atau memang memerlukan pertolongan orang itu, yakni orang-orang yang berhak kepada zakatnya itu.
Contoh lainnya ialah, apabila seorang kaya memberikan zakatnya kepada seorang miskin, lalu dianggapnya secara terang-terangan bahwa pemberiannya itu adalah sebagai tanda ingatan kepada si miskin, atau sebagai hadiah untuknya, ataupun yang seperti itu. Demikian pula orang yang memberikan zakat kepada kaum kerabat yang miskin dan memerlukan bantuanya seperti, kedua ibu-bapak dan anak-anak, padahal nafkah mereka memang sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya.
Adapun kaum kerabat yang jauh dan nafkahnya tidak menjadi kewajiban si pengeluar zakat, maka zakat itu boleh diberikan kepada mereka, jika mereka miskin (berhak). Sesungguhnya, memberikan zakat kepada mereka adalah lebih utama dari lainnya disebabkan pertalian kerabat dan kebutuhan mereka yang mendesak kepada zakat itu.
Hikmah Zakat
Di antara hikmah disyariatkannya zakat ialah sebagai berikut: 1) Membersihkan jiwa manusia dari kotoran kikir, keburukan, dan kerakusan. 2) Membantu orang-orang fakir dan memenuhi kebutuhan orang-orang miskin, kebutuhan orang yang sengsara, dan kebutuhan orang yang meminta-minta. 3) Menegakkan kemashlahatan umum yang terkait dengan kehidupan dan kebahgiaan umat manusia. 4) Membatasi kekayaan yang berlebihan di tangan orang-orang kaya, para pedagang, dan pengusaha agar harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu atau beredar di antara orang-orang kaya. Wallahu a’lam bish-shawwab.
Editor:
Abdul Hadi