SWARAPUBLIK – Dihadapan 1500 Praja IPDN Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K) menyebutkan ASN adalah pelayan untuk masyarakat.
“Kita sebagai ASN sebagai pelayan masyarakat, kita menghadapi masyarakat yang ekspektasinya sangat tinggi dan ada perubahan demografi populasi, kemudian ada perubahan gaya hidup, ada hedonisme, pluralisme, dan juga individualisme, perkembangan di tengah-tengah masyarakat inilah tantangan kita yang nyata”, kata Hasto dalam keterangan resminya, Senin 1 November 2023.
“ASN menghadapi penduduk masyarakat yang harus dilayani, tetapi karakter masyarakat dan penduduk itu berubah. Oleh karena itu, ini menjadi suatu tantangan, sekaligus tentu peluang bagi Anda semua dan kita ini untuk bisa menempatkan diri sebaik-baiknya. Dan karena itu, ASN harus tahu situasi seperti apa penduduk yang dilayani, seperti apa perkembangan penduduk kita yang menjadi empat besar dunia, dan ini kalau kita sadar betul bahwa ini memang harus dipertahankan juga di satu sisi kita mengendalikan penduduk, tapi di sisi lain ini penting keberadaannya supaya jumlah SDM yang banyak, itu menjadi kekuatan untuk kita menjadi empat besar ekonomi dunia juga”, tutur dr. Hasto.
“Kita menyadari bahwa laju pertumbuhan penduduk relatif terkontrol sekarang mencapai 1,25 dan kemudian juga rata-rata melahirkan atau yang kita kenal dengan _Total Fertility Rate_ (TFR) juga relatif terkontrol sejak tahun 1971 sampai hari ini. Tapi ingat bahwa terkontrolnya ini belum rata. Kita senang ketika capaian ini luar biasa membanggakan dibanding target untuk menurunkan TFR, tapi kita di sini juga sedih karena melihat seperti Papua, NTT, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Aceh. Ini semua masih jauh dari target, sehingga kita teman-teman ASN, harapan saya itu memperhatikan ini dan juga menjadi teladan di wilayahnya masing-masing”, tambah dr. Hasto.
“Di seluruh Indonesia ini yang menggembirakan tentu yang mencapai 2,1 baru 3 provinsi. DIY, Jawa Timur, kemudian Sulawesi Utara, kemudian ini terendah. Tapi yang 2,1 sudah ada Bali, sudah ada DKI. Tetapi kita ada 10 provinsi yang masih di angka 2,2 dan juga masih ada banyak provinsi lainnya yang di atas 2,5. Nah inilah saya berharap mereka-mereka yang ada di NTT, di Papua, Papua Barat ikutlah bagaimana kita bisa mengendalikan jumlah anak itu masih harus diperhatikan”, pesan dr. Hasto.
Jadi ASN harus memberikan contoh 2 anak lebih sehat, saya kira itu penting untuk selalu dikampanyekan juga untuk di daerah-daerah yang rata-rata, kehamilannya masih cukup tinggi. Hal ini disampaikan secara virtual saat menjadi narasumber pada Kegiatan Seminar Nasional ASN Peduli Kependudukan yang diselenggarakan di Kampus IPDN, Jatinangor Jawa Barat secara virtual dan _live streaming_ melalui _ youtube channel_ @BKKBN Official pada Selasa 31/10/2023.
Kemudian di akhir paparannya dr. Hasto menyampaikan pesannya, Kita juga harus melek sadar tentang kependudukan ASN, peduli kependudukan, kita harus perhatikan bahwa bagaimana penduduk itu berkualitas, tidak hanya kuantitas. Jadi kualitas ini menjadi penting, stunting menjadi berkontribusi utama dalam kualitas. ASN adalah sebuah motor penggerak dari kesadaran masalah kualitas penduduk. Sehingga ASN juga harus tahu betul bahwa kita harus meningkatkan IQ kita. Kita
harus kerja keras, mencetak generasi yang unggul”, pesan dr. Hasto.
Pada kesempatan yang sama hadir juga Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof. Dr. Drs. H. Hadi Prabowo., M.M yang menyampaikan hal yang selaras dengan Kepala BKKBN. Dirinya menyebutkan, “Masalah penduduk tidak hanya ini, masih sangat kompleks. Kalau kita melihat tahun 2022, kemiskinan Indonesia masih 9,23%, memang turun dari kemiskinan 2021 sebesar 10,14%. Kemudian tingkat pengangguran mencapai 5,86% atau kurang lebih 8,42 juta, yang mana di bulan Juli kemarin sudah ada penurunan menjadi 5,45 atau 7,99 juta”, kata Hadi.
“Kemudian kalau kita lihat luas daratan kita, luasnya 1.811.570 km persegi. Tingkat kepadatan 153 per km persegi. Kemudian banyak penduduknya di perkotaan, yaitu digambarkan angka 59,1 usia saat ini dari 270 rata-rata 29,1 tahun. Ini adalah suatu hal yang menjadikan beberapa permasalahan
kedepan yang harus kita pikirkan baik selaku ASN maupun seluruh komponen bangsa”, tambahnya.
“Dan kalau kita lihat data dari BKKBN, memang penduduk yang produktif saat ini 69,28%, ini antara umur 15-64 tahun. Namun kalau dilihat dari yang non produktif masih ada 30,72% dimana rasio ketergantungannya ditunjukkan 44,33 artinya bahwa satu tenaga atau individu yang produktif masih menanggung 44 sampai 45 tenaga non produktif. Ini gambarnya, kita akan
menuju ke Indonesia emas, kita harus waspada. Bagaimana upayanya mengingat kualitas penduduk kita juga belum mempunyai keterampilannya yang memadai. Inilah yang menjadi gambaran bahwa kita kadang-kadang slogannya gampang, kita akan mencapai Indonesia emas 2045. Namun perjalanan kesana sangat berat, karena pertumbuhan ekonominya belum bisa mencapai Indonesia emas”, imbuh Hadi.
Kemudian hadir juga Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng yang mengatakan, “Kita bicara TFR ada yang sudah terjaga di 2,18 tapi ada yang masih tinggi di angka 3,4, ini masih jomplang. Kemudian kita bicara terkait dengan bagaimana tidak hanya dengan mengendalikan penduduk yang sekarang sudah relatif terjaga, dengan pertumbuhan 1,25% dan angka rata-rata nasional TFR di 2,18, tapi yang penting adalah bagaimana menjaga meningkatkan kualitas penduduk. Kualitas penduduk kita yang sekarang kita berada di bonus demografi, apakah betul-betul bisa memanfaatkan kalau kualitas usia produktif kita 15-64 tahun itu mampu mengisi produk domestik bruto kita”, ucap Boni.
Selain itu, Boni juga menyampaikan Program BKKBN, “Kita punya program yang namanya DASHAT, Dapur Sehat Atasi Stunting untuk menjaga itu tadi. Baduta dan ibu hamil menjadi bagian utama ketika kita ingin mengurangi, menjaga stunting di bawah 14% atau bahkan sampai menuju 0%. Yang tidak kalah penting adalah pencegahannya, jangan sampai kita asik saja dengan permainan menurunkan, tapi kita lupa pencegahannya”, terang Boni.
Boni juga berpesan, “Nah pencegahannya ini bisa dilakukan dengan apa? Pernikahan usia anak kita kurangi atau kita hapuskan. Jangan sampai ternyata pernikahan usia muda, yang masih banyak terjadi. Kemudian juga yang tidak kalah penting adalah pendewasaan usia pernikahan. Idealnya 21 sampai 25. 21 perempuan, 25 laki laki. Kalau tidak kalah penting juga, adalah bahwa kita punya yang namanya aplikasi Elektronik Siap-Nikah Siap Hamil (Elsimil). Jadi calon-calon pengantin, diharapkan bisa mengisi elektronik siap-nikah siap hamil. Yang mana, itu dilihat kesiapan untuk menikahnya dari sisi kesehatannya. Kalau oke siap untuk menikah, yang perempuan dicek lagi. Apakah siap hamil atau tidak, dengan melihat dari lingkar lengan atasnya, dengan pinggulnya, dengan HB nya. Harapannya ini tentunya ketika nanti menanggung anaknya sehat”, kata Boni.***
Editor:
Denny Surya