SWARAPUBLIK – Jusuf Hamka, seorang pengusaha di sektor jalan tol, sedang menagih pembayaran utang dari pemerintah yang belum dibayarkan kepada perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) sebesar Rp 800 miliar.
Menurut Jusuf Hamka, dia telah melakukan berbagai upaya untuk menagih pembayaran tersebut kepada pemerintah. Pada tahun 2012, dia bahkan menggugat pemerintah dan berhasil memenangkan kasus tersebut. Pada tahun 2015, juga terdapat kesepakatan antara CMNP dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di mana pemerintah berjanji untuk membayar utang tersebut.
Namun, sampai saat ini, utang tersebut belum juga dibayarkan. Jusuf Hamka mengestimasikan bahwa nilai utang tersebut bisa mencapai Rp 1,25 triliun jika dihitung dengan bunga yang terus bertambah. Dia juga menceritakan bahwa pada tahun 2021, dia telah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk membahas masalah utang pemerintah tersebut.
“Saya cuma minta hak saya, tolong dong bu Menteri saya juga rakyat ibu warga negara yang taat bayar pajak. Dengan ibu Menteri saya juga kan sudah bertemu, secara lisan saya sudah ngomong. (Bertemu) itu 2 tahun lalu, 2021. Sekarang dia bilang nanti saya pelajari-saya pelajari, waduh,” Pungkas Jusuf berdasarkan laporan Detik.com.
Kronologi Peminjaman Uang Kepada Jusuf Hamka
Dikutip dari CNBC, Pada awalnya utang pemerintah muncul dari deposito CMNP senilai Rp78 miliar yang ditempatkan di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama.
Seperti yang diketahui, krisis keuangan yang dimulai di Thailand kemudian menyebar ke seluruh Asia Tenggara. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampak paling parah, dengan nilai tukar rupiah melemah hingga 75%. Hal ini mengakibatkan modal yang keluar dari Indonesia dalam jumlah yang signifikan, yang mengancam kestabilan perekonomian nasional.
Dampak krisis ekonomi tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, tetapi juga menyebabkan banyak perusahaan dan bank mengalami kebangkrutan karena tingginya utang yang dinyatakan dalam dolar dan di luar kendali manajemen, sedangkan pendapatan utama mereka dalam rupiah.
Masyarakat yang memiliki tabungan di bank juga menjadi khawatir, yang pada akhirnya mengakibatkan penarikan dana secara besar-besaran (rush money). Pemerintah akhirnya terpaksa turun tangan untuk mengurangi dampak domino.
Dalam upaya menyelamatkan sektor perbankan dan memberikan kepercayaan kepada para nasabah, pemerintah memberikan bantuan likuiditas dalam bentuk Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
BLBI merupakan dana darurat yang diberikan oleh pemerintah kepada bank swasta dan BUMN antara akhir 1997 dan awal 1998. Dana tersebut diberikan setelah 16 bank ditutup atas rekomendasi IMF.
Beberapa waktu setelah krisis ekonomi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk BLBI mencapai Rp 144,54 triliun, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 138,444 triliun atau 95,78% dari total dana BLBI.
Pada saat itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yama, tetapi perusahaan tersebut tidak menerima penggantian atas depositonya karena dianggap terkait dengan Bank Yama.
Editor:
Denny Surya