SWARAPUBLIK – Kebijakan program pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah, sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman.
Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) berfungsi sebagai pedoman untuk Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional, Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor pembangunan, Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, serta Penataan ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota.
Namun pada prinsipnya menurut Sekretaris Komisi 4 DPRD Jawa Barat, Buky Wibawa, bahwa pendekatan pembagian ruang dilakukan berdasarkan fungsi, kegiatan dan aspek administrasi.
“Prinsipnya, pendekatan pembagian ruang dapat dilakukan berdasarkan fungsi, kegiatan dan aspek administrasi,” ujar Sekretaris Komisi 4 DPRD Jabar, Buky Wibawa, belum lama ini.
Sementara itu, berdasarkan fungsinya ruang dibagi atas kawasan lindung, yaitu kawasan yang dapat menjamin kelestarian lingkungan dan kawasan budidaya, yakni kawasan yang pemanfaatannya dioptimasikan bagi kegiatan budidaya.
Sedangkan berdasarkan kegiatannya, ruang dibagi atas dominasi kegiatan perkotaan, perdesaan dan tertentu. Termasuk dalam kawasan tertentu antara lain adalah kawasan cepat/berpotensi tumbuh, kawasan kritis lingkungan, kawasan perbatasan, kawasan sangat tertinggal, dan kawasan strategis.
Yang terakhir berdasarkan administrasi, ruang dibagi atas ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Maka pada intinya, ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara kelestariannya.
“Sehingga butuh pendekatan wilayah sebagai strategi pengembangan ruang yang mengatur hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, buatan, dan manusia, agar kinerja ruang meningkat untuk kesejahteraan masyarakat,” papar Buky.
Krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi sejak beberapa belas tahun yang lalu, telah semakin membuka berbagai masalah ketimpangan pembangunan antar daerah.
Masalah tersebut antara lain adalah kurang berkembangnya provinsi-provinsi maupun kabupaten/kota, khususnya di sejumlah kawasan timur Indonesia. Bahkan juga ada beberapa daerah kabupaten di Jawa Barat.
Sedangkan di kawasan-kawasan cepat berkembang, telah terjadi polarisasi penduduk dengan berbagai implikasi ekonomi dan sosialnya. Di kawasan-kawasan yang cepat berkembang tersebut, kemudian berkembang berbagai masalah lingkungan.