SWARAPUBLIK — Ubi jalar merupakan salah satu komoditas unggulan dari Jawa Barat. Meski menjadi komoditas unggulan, di lapangan masih ditemukan tantangan dalam proses produksinya. Salah satunya adalah faktor pembibitan.
Hal ini mendorong Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr.Sc.Agr. Agung Karuniawan, Ir., M.Agr.,Sc., konsisten meneliti tentang pembibitan ubi jalar. Berhasil meraih hibah Rispro LPDP dan kemudian dilanjutkan dengan hibah Kedaireka, Prof. Agung dan tim mengembangkan teknologi pembibitan sederhana yang mampu meningkatkan kualitas bibit ubi jalar.
Prof. Agung mengatakan, sebanyak 50 persen kunci keberhasilan dari usaha pertanian adalah berasal dari bibit. Bibit yang bagus akan menghasikan produksi pertanian yang baik. Hal ini juga berlaku di sektor pertanian ubi jalar.
Mengambil lokasi di lahan SPLPP Fakultas Pertanian Unpad di Arjasari, Kabupaten Bandung, Prof. Agung yang sudah lebih dari 30 tahun meneliti tentang ubi jalar melakukan riset tentang ubi jalar. Dalam pelaksanaannya, ia merangkul petani ubi di wilayah Arjasari.
Arjasari sendiri merupakan salah satu lokasi yang memasok komoditas ubi jalar. Kapasitas produksi ubi jalar di wilayah tersebut adalah berkisar 10 ton/hektar, sedikit lebih rendah dari wilayah Cilembu, Sumedang, yang mampu memproduksi sekitar 15 ton/hektar.
Di Arjasari, kata Prof. Agung, petani menanam beberapa jenis varietas lokal, termasuk di antaranya varietas cilembu. Sesuai dengan analisis awal, mayoritas petani tidak menghiraukan mengenai kualitas bibit. Sebagai contoh, banyak bibit yang digunakan produksi terus menerus.
“(Bibit ubi jalar) ini seperti kentang. Kalau sudah G3 itu harus sudah diulang lagi. Di Arjasari ini bisa digunakan puluhan kali sehingga makin ke sini makin turun (kualitasnya),” ujarnya.
Karena itu, ubi jalar juga termasuk tanaman yang berisiko gagal tanam jika ditanam dengan cara yang tidak tepat. Butuh teknik pemuliaan dan pembibitan optimal untuk meningkatkan kebugaran pada bibit hingga menghasilkan produksi pertanian yang optimal.
Kembangkan Teknologi Hidroponik
Selama ini mungkin kita sering mengenal proses penanaman tanaman sayur dan buah menggunakan teknologi hidroponik. Namun, Prof. Agung dan tim mencoba menggunakan teknologi hidroponik untuk pembibitan ubi jalar.
Prof. Agung mengatakan, teknologi hidroponik sebenarnya sudah banyak diadopsi petani Jepang untuk pembibitan ubi. Di Indonesia sendiri, teknologi ini masih belum populer untuk ubi jalar.
“Di kita mungkin karena pengetahuan petani masih tradisional dan mereka lebih memilih metode yang murah. Jadi kalau mau nanam, mereka kumpulkan beragam bibit. Secara genetik yang beragam berisiko gagal,” kata Prof. Agung.
Prof. Agung pun mencoba mengembangkan sistem hidroponik semi otomatis untuk proses pembibitan. Memanfaatkan secuil lahan seluas 200 meter persegi di lahan SPLPP Arjasari, tim mengembangan rumah kaca (greenhouse) hidroponik untuk pembibitan ubi jalar.
Dengan modifikasi pemberian air dan nutrisi, tim mampu menghasilkan sepuluh hingga enam belas ribu bibit dalam satu baris. Setelah tumbuh, bibit kemudian diaklimatisasi di lahan terbuka setelah itu baru ditanam untuk produksi ubi jalar. Dari rumah kaca tersebut, tim menghasilkan bibit berkualitas unggul yang siap dipasarkan.
“Ke depan akan dikembangkan sistem hidroponik smart farming yang sudah full otomatis,” ujarnya.
Prof. Agung pun berupaya menularkan risetnya kepada para petani sekitar. Terintegrasi dengan program KKNM, tim menggelar kegiatan penyuluhan “Peningkatan Kapasitas Petani dalam Pembibitan dan Produksi Ubi Jalar”, di SPLPP Unpad Arjasari, Sabtu (22/7/2023).
Kegiatan yang diikuti sekira 30 gapoktan di Desa Arjasari tersebut berisi penyampaian materi seputar pembibitan oleh Prof. Agung Karuniawan, penyampaian materi strategi pemasaran ubi jalar, serta kunjungan ke rumah kaca.***
Editor:
Denny Surya