SWARAPUBLIK – Di alam demokrasi yang sudah begitu pesat ini, masih saja ada praktik-praktik anti demokrasi bergaya tirani. Ini yang dialami oleh Yayat S. Andie, salah satu petinggi Kadin Jawa Barat. Karena berbeda pandangan dengan pimpinannya tentang penyelenggaraan Musyawarah Provinsi (Musprov). Ia menerima surat pemberhentian sementara dari jabatannya sebagai Kordinator Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan (WKU OK) di organisasi para pengusaha tersebut. Surat pemberhentian tertanggal 12 Agustus 2024 bernomor SKEP/0183/DP/VIII/2024 ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Kadin Jabar Cucu Sutara.
“Keterlaluan,” ujar Ali Abudan, Ketua Gapeksindo yang merupakan salah satu Anggota Luar Biasa (ALB) Kadin Jabar.
Ali juga kaget mendapati praktik-praktik yang anti demokratis dan melanggar AD/ART seperti ini.
Ali yang juga salah satu Wakil Ketua Umum (WKU) Kadin Jabar, kepada wartawan yang menemuinya, ia menyatakan, sudah beberapa bulan ini ia mengikuti dinamika di Kadin Jabar, berkaitan penyelenggaraan Musprov yang sudah harus diselenggarakan Kadin Jabar pada akhir masa jabatannya tahun ini. Dalam Rapat Pengurus Lengkap yang digelar di El Hotel Bandung pada 25 Maret 2024 telah ditetapkan Musprov digelar Juli 2024.
Sesuai tupoksinya Yayat sebagai Kordinator WKU OK mempersiapkan segala sesuatu berkenaan dengan Musprov dimaksud. Namun hingga mendekati bulan Juli Ketua Umum tak kunjung menandatangani Surat Penetapan Panitia Musprov. Di sini perbedaan pendapat antara Yayat dan Cucu mulai mengemuka.
Cucu memandang keputusan di El Hotel Bandung masih bisa diabaikan selama masih dalam tenggat waktu yang diberikan oleh Kadin Indonesia yakni hingga bulan Desember 2024 dan karena itu dengan mengikuti arahan Dewan Pertimbangan dan Dewan Kehormatan yang perlu diselenggarakan saat ini adalah Rapimprov. Sementara Yayat menolak hal itu karena jadual Musprov sudah diumumkan secara resmi, lagi pula para pemegang suara Musprov yakni para ketua Kadin Kabupaten/Kota dan ALB sudah menyatakan kekecewaannya dengan berkirim surat kepada Kadin Indonesia agar menegur Kadin Jabar untuk mematuhi keputusan yang telah dibuatnya sendiri.
Perbedaan pendapat yang cukup keras ini menjadi terbuka ketika dalam Rapat Pengurus Harian yang digelar 6 Juli 2024. Mayoritas wakil ketua Kadin Jabar yang hadir saat itu mendukung Yayat yang menghendaki Musprov digelar pada bulan Juli atau Agustus 2024 demi menjaga warwah organisasi.
Terganjal Laporan Laporan ?
Sekali lagi Ali menyayangkan tindakan sepihak dan anti demokrasi yang dilakukan Cucu Sutara. Ia mempertanyakan pertimbangan apa yang menyebabkan Kadin Jabar ngotot menolak digelarnya Musprov pada juli. “Saya sempat bertanya-tanya ada apa sih ketum Cucu sampai rela berselisih paham dengan para wakil ketua umum.” kata Ali.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Ali penundaan Musprov dengan waktu yang tidak jelas itu menimbulkan spekulasi yang liar di kalangan pemegang suara Musprov. Salah satunya terkait laporan pertanggungjawaban Pengurus Kadin Jabar yang hingga kini masih terkatung-katung, utamanya berkenaan dengan laporan penggunaan keuangan yang harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Ia tak ingin berspekulasi lebih jauh, namun menurut Ali dengan mengulur-ulur penyelenggaraan Musprov hal-hal seperti itu bisa menjadi bola liar yang sangat merugikan Kadin Jabar.
Untuk itu Ali meminta agar kadin Indonesia tidak melakukan pembiaran atas perilaku antidemokrasi ini.Ia juga mengimbau agar surat pemberhentian itu dicabut dan Yayat dipulihkan kembali kepada jabatannya.
Pada bagian lain Ali juga mengungkapkan bahwa di kalangan para pemilik suara Musprov juga beredar dokumen yang menunjukkan keterlibatan Ketua Umum Kadin Jabar dalam gerakan penggulingan Ketua Umum Kadin Indonesia melalui Munas Luar Biasa.
“Ini harus segera diklarifikasi, apa benar ia ikut menandatangani dokumen tersebut, apalagi tanpa persetujuan pengurus terlebih dahulu. Kalau ya, itu pelanggaran berat dan harus mundur dari jabatannya. Jadi wajar kalau semua pihak mendesak agar Musprov secepatnya dilaksanakan. Sayangnya, alih-alih menyiapkan Musprov secara matang yang terjadi justru pemecatan. Sesuatu yang menimbulkan kegaduhan dan sangat tidak perlu” demikian tandas Ali Abudan.***