SWARAPUBLIK – UIN Sunan Gunung Djati Bandung bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan penandatanganan kerjasama yang berlangsung di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Selasa (05/11/2024).
Penandatanganan kerjasama ini dilakukan oleh Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag dengan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah, M.Pd. Penandatanganan kerjasama juga dilakukan oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Prof. Dr. H. Enjang AS, M.Si, M.Ag dengan KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi.
Perjanjian kerjasama dilakukan dalam ruang lingkup pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang penyiaran.
Dalam sambutannya, Enjang menyampaikan bahwa dengan adanya kegiatan ini, kita mencoba untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang terkait dengan penyiaran. “Semoga menjadi wasilah dan sebagai ciri bahwa kita cinta terhadap negeri, sehingga kita akan mendiskusikan, dan membicarakan persoalan-persoalan yang terkait dengan penyiaran,” paparnya.
Terkait revisi Undang-Undang Penyiaran yang menjadi wacana publik, Enjang menegaskan pentingnya respon dan urun rembug akdemisi. Sa;ah satunya dalam konteks kebebasan dalam berpendapat.
Kerjasama Kelembagaan
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menegaskan bahwa kerjasama ini merupakan penguatan kerjasama kelembagaan antara KPI Pusat dengan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Hari ini, jelasnya, akan menjadi kolaborasi yang apik antara kampus dengan lembaga negara, dengan menyerap pandangan-pandangan yang berbasis ilmiah atau dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, nantinya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan KPI tentunya akan berbasis kepada apa yang menjadi masukan atau landasan dari kampus, sehingga lembaga negara KPI bisa menjadi lebih komprehensif dalam mengambil kebijakan atau mengeluarkan keputusan-keputusan dan regulasi terkait penyiaran.
Dalam sambutannya, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Rosihon Anwar, menyampaikan terima kasihnya kepada KPI Pusat yang berkenan memilih UIN Bandung.
UIN Bandung sebagai kampus rahmatalil’alamin, kata Rektor, memiliki makna substantif bahwa kita ingin memberikan banyak kontribusi kepada masyarkat. Tadi kita mendengar bahwa KPI Pusat menginginkan masukan-masukan dari kampus.
“Tentunya hal tersebut menjadi sebuah ajakan kepada para pemikir, khususnya para akademisi di Prodi Ilmu Komunikasi dan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam,’’ paparnya.
Hadir melalui virtual zoom, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, H. Syaiful Huda, dalam sambutannya menyampaikan selamat atas penandatanganan Kerjasama MOU antara KPI Pusat dengan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
“Saya ucapkan selamat atas Kerjasama MOU yang dilaksanakan antara KPI Pusat dengan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, semoga atas kerjasama ini banyak hal yang bisa disinergikan, bisa dikolaborasikan dengan semangat. Kita ingin penyiaran kita semakin baik ke depan dan salah satu tulang punggung untuk mendorong perbaikan penyiaran adalah teman-teman dari kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Semoga banyak hal yang bisa disinergikan, ditransformasikan melalui Kerjasama ini, ’’ sambutnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ia mendorong supaya revisi UU Penyiaran harus jalan.
“Pada kesempatan yang baik ini, saya mendorong revisi Undang-Undang Penyiaran No 32 tahun 2022 ini harus jalan dan harus secepatnya. Semoga MoU ini bisa menjadi momentum untuk menggali berbagai substansi penting terkait penyiaran yang dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah dalam rangka persiapan revisi Undang-Undang Penyiaran.
Peran Akademisi Kampus
Selain penandatanganan kerjasama, kegiatan ini juga turut mengadakan seminar yang bertajuk “Peran Strategi Kampus dalam Revisi UU Penyiaran: Mewujudkan Penyiaran yang Bermartabat.”
Mimah Susanti, selaku Komisioner KPI Pusat sekaligus pemateri pada seminar ini, membahas tentang “RUU Penyiaran Menuju Era Baru Digitalisasi Siaran.”
Dalam pemaparannya, Mimah Susanti menyampaikan bahwa hari ini dunia penyiaran semakin berkembang, teknologi semakin canggih, dan bermunculan media baru, yaitu media yang berbasis internet.
Mimah menyampaikan, sekarang ini kita dijajah internet, sehingga yang menjadi permasalahan bagi penyiaran diantaranya, tidak adanya kesetaraan, tidak ada perlakuan yang sama antara media konvensional dengan media baru. Kemudian juga tidak adanya supervisi dan kurangnya regulasi.
Beberapa media berbasis internet di Indonesia, tambah Mimah, juga kurang mendapat pengawasan dan regulasi ketat, sehingga beberapa konten berpotensi merusak moral dan karakter bangsa, terutama generasi muda. Selain itu, adanya bad content quality, yang hanya berorientasi pada keuntungan untuk viral dan clickbait sehingga terkadang minim verifikasi kebenaran.
Mimah juga menyampaikan upaya KPI Pusat untuk revisi Undang-Undang No 32 untuk melindungi penyiaran nasional.
“KPI Pusat sudah pernah menyampaikan usulan dan pandangannya ke Komisi DPR RI tentang betapa pentingnya revisi Undang-Undang No. 32 ini. Makanya kita datang ke UIN Bandung ingin dibantu, didorong bareng untuk kita dukung revisi Undang-Undang No. 32 ini agar melindungi penyiaran nasional kita dan juga melindungi generasi muda,’’ ujarnya.
Pemateri lainnya, Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Bandung, Prof. Dr. Fakhruroji menyampaikan bahwa hari ini kita sudah bukan lagi menggunakan media, tapi kita sudah hidup di dalam media.
Ia menegaskan bahwa fenomena perkembangan teknologi sekarang mengalami keberlimpahan informasi. Kita dengan mudah mendapat informasi dari mana saja tanpa kita tahu sebenarnya informasi yang kita terima itu sudah terverifikasi atau belum, namun untungnya di Indonesia sudah ada Dewan Pers, KPID, dan KPI Pusat.
Prof. Fakhruroji menjelaskan, media digital, meskipun sering dikaitkan dengan penyiaran, tidak selalu menjadi media penyiaran. Sebagai contoh, televisi yang memiliki versi streaming atau YouTube adalah produk penyiaran yang telah melalui proses skrining dan regulasi.
Ia juga menyampaikan sudut pandangnya mengenai upaya KPI dalam melakukan revisi RUU Penyiaran ini.
“Saya kira dari sudut pandang universitas, apa yang hari ini dilakukan KPI melalui MOU dengan universitas itu sudah sangat luar biasa dan memang sudah diharapkan dari dulu. Kenapa? Karena kadang-kadang kita sebagai orang universitas itu merasa KPI ini kesepian. Maksudnya, namanya itu baru muncul ketika ada hal viral atau ada masalah, dan ini memang sangat luar biasa. Semoga di tahun-tahun selanjutnya, hal- hal yang seperti tadi seperti media konvergensi bisa ditindaklanjuti, salah satunya dengan mendefinsikan penyiaran dalam konteks digital itu seperti apa,” pungkasnya.*** [Nurul Hasanah]